Pengertian
Stress
Stres adalah suatu abstraksi. Orang tidak adapat
melihat pembangkit stress (stressor). Yang dapat dilihat ialah akibat
dari pembangkit stress (stressor).” Menurut Hans Selye, guru
besar emeritus (purnawirawan) dari Universitas Montreal dan “penemu”
stress.
Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis,
emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian
seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan
gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk
ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan
ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain. Stres menurut
Hans Selye dalam buku Hawari (2001) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh
yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya.
Bila seseorang setelah mengalami
stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang
bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka
ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan
penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula
disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi
negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.
Arti penting
stress
Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye (dalam
Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik
dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah
stress dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang
diakibatkan oleh berbagai faktor psikologis, faktor fisik atau kombinasi kedua
faktor tersebut.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan
psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi
internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul
apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam
kesejahteraan atau integritas seseorang. Stress tidak hanya kondisi yang
menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun
reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara
ketiganya (Prawitasari, 1989).
Efek-efek
Stress menurut Hans Selye
Menurut Hans Selye, ahli endokrinologi terkenal di
awal 1930 tidak semua jenis stres bersifat merugikan. Berikut adalah beberapa
efek dari stress:
1. Local Adaptation Stres.
Local Adaptation Stress adalah ketika tubuh
menghasilkan banyak respon setempat terhadap stres. Respon setempat ini
contohnya seperti pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi cahaya, dan
masih banyak lagi. Responnya berlangsung dalam jangka yang sangat pendek.
Karakteristik dari LAS adalah respon yang terjadi hanya setempat dan tidak
melibatkan semua system, respon bersifat adaptif sehingga diperlukan stresor
untuk menstimulasinya, respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus,
dan respon bersifat restorative.
2. General Adaptation Syndrome
General Adaptation Syndrome adalah istilah penting
dari Hans Selye yang ditemukan saat membahas tentang stress. Menurutnya ketika
organisme berhadapan dengan stressor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk
melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikkan
aktivitas sistem syaraf simpatetik. Reaksi fisiologis tubuh terhadap
perubahan-perubahan akibat stress itulah yang disebut sebagai General Adaption
Syndrome.
GAS terdiri
dalam tiga fase :
a. Alarm
reaction (reaksi peringatan) pada fase ini tubuh dapat mengatasi
stressor(perubahan) dengan baik. Apabila ada rasa takut atau cemas atau
khawatir tubuh akan mengeluarkan adrenalin, hormon yang mempercepat katabolisme
untuk menghasilkan energi untuk persiapan menghadapi bahaya mengacam. Ditambah
dengan denyut jantung bertambah dan otot berkontraksi.
b. The stage
of resistance (reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stressor sudah mencapai atau
melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul
gejala-gejala psikis dan somatis. Respon ini disebut juga coping mechanism.
Coping berarti kegiatan menghadapi masalah, misalnya kecewa diatasi dengan
humor, rasa tidak senang dihadapi dengan ramah dan sebagainya
c. Stage of
exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak
dengan jelas. Gejala psikosomatis antara lain gangguan penceranaan, mual,
diare, gatal-gatal, impotensi, exim, dan berbagai bentuk gangguan lainnya.
Kadang muncul gangguan tidak mau makan atau terlalu banyak makan.
Dan Hans
Selye membagi stress kedalam 3 tingkatan :
a. Eustress
adalah respon stress ringan yang menimbulkan rasa bahagia, senang, menantang,
dan menggairahkan. Dalam hal ini tekanan yang terjadi bersifat positif,
misalnya lulus dari ujian, atau kondisi menghadapi suatu perkawinan.
b. Distress
merupakan respon stress yang buruk dan menyakitkan sehingga tak mampu lagi
diatasi
c. Optimal
stress atau Neustress adalah stress yang berada antara eustress dan distres,
merupakan respon stress yang menekan namun masih seimbang untuk menghadapi
masalah dan memacu untuk lebih bergairah, berprestasi, meningkatkan
produktivitas kerja dan berani bersaing.
Stres dikatakan menjadi sebuah faktor penunjang untuk
produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin menjadi penyebab respon perilaku
negatif, seperti merokok, minum alkohol dan penyalahgunaan narkoba yang
semuanya dapat membuat kita rentan terhadap penyakit. Hal buruk dapat
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan tubuh kita menjadi
kurang tahan terhadap sejumlah masalah kesehatan.
Efek
fisiologis dari stress menurut Hans Selye, pada tubuh diawali dari nyeri dada,
insomnia atau susah tid, nyeri kepala ringan sampai sedang, hipertensi atau
tekanan darah tinggi dan menyebabkan nyeri tukak.
Faktor-faktor
social dan individual yang menjadi penyebab stress
a.
Faktor sosial
Selain
peristiwa penting, ternyata tugas rutin sehari-hari juga berpengaruh terhadap
kesehatan jiwa, seperti kecemasan dan depresi. Dukungan sosial turut
mempengaruhi reaksi seseorang dalam menghadapi stres. Dukungan sosial mencakup
dukungan emosional, seperti rasa dikasihi dan disayangi. Lalu, dukungan nyata,
seperti bantuan atau jasa. Selanjutnya, dukungan informasi misalnya nasehat dan
keterangan mengenai masalah tertentu.
b.
Faktor Individual
Biasanya
seseorang menjumpai stresor atau penyebab stress didalam lingkungannya. Nah,
ada dua karakteristik pada stresor tersebut yang akan mempengaruhi reaksinya
terhadap stresor itu. Yang pertama adaah berapa lamanya (duration) seseorang
harus menghadapi stressor. Dan yang kedua adalah seberapa terduganya stresor
itu (predictability).
Tipe-tipe
Stress Psikologis
Manusia berespon terhadap stres secara keseluruhan, sehingga
kita tidak dapat memisahkan secara sangat tegas bentuk-bentuk stres. Stres
biologis, misalnya adanya infeksi kuman dalam tubuh, akan juga berpengaruh
terhadap emosi kita. Tak hanya itu, suatu stress psikologis contohnya kegagalan
dalam mengikuti ujian, sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan fisik
seseorang. Meski demikian, dapat disebutkan beberapa tipe stres psikologis yang
terjadi secara bersamaan diantaranya adalah :
a.
Tekanan
Kita dapat
mengalami tekanan dari dalam maupun luar diri, atau keduanya. Ambisi personal
bersumber dari dalam, tetapi kadang dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak
di luar diri.
b.
Konflik
Konflik
terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap
dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Konflik dibagi kedalam tiga
tipe :
1. Konflik
menjauh-menjauh : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya, seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga
enggan mendapat nilai ujian yang sangat jelek, apalagi sampai tidak naik kelas.
2. Konflik
mendekat-mendekat : individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar yang sangat menarik untuk
diikuti, tetapi pada saat bersamaan kita sedang mengikuti pelajaran dikelas
yang sangat kita sukai.
3. Konflik
mendekat-menjauh: terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia
tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk
konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus
lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan yang baru menikah berpikir
tentang apakah akan segera memiliki anak atau tidak? Memiliki anak sangat
diinginkan karena pasangan dapat dikatakan sempurna, dan dapat belajar menjadi
orang dewasa yang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas bayi yang sepenuhnya
tak berdaya. Di sisi lain, ada tuntutan financial (uang) dan waktu, kemungkinan
kehadiran bayi akan mengganggu relasi suami-istri karena mereka sibuk dengan
bekerja.
c.
Frustrasi.
Frustrasi
terjadi ketika motif atau tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
Contohnya bila kita telah berjuang keras dalam belajar dan gagal mendapat nilai
baik, kita akan mengalami frustrasi. Atau bila kita dalam keadaan terdesak dan
terburu-buru, kemudian terlambat datang kesuatu acara yang penting (misalnya
karena jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi. Bias juga, bila kita
sangat memerlukan sesuatu (misalnya memerlukan uang untuk bayar kuliah), dan
sesuatu itu tidak dapat diperoleh tentu kita juga akan mengalami frustrasi.
d.
Kecemasan
Gelisah,
khawatir, takut, phobia dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau
sinyal seseorang mengalami suatu kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan
karena adanya rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada
dirinya. Contohnya cemas ketika akan melakukan presentasi tugas kelompok
dikelas.
Pendekatan
problem solving terhadap stress
Strategi
coping yang spontan menghadapi stress :
1.
Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada
masalah
Menurut
Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a. Coping
yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus
untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh
individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping
yang berfokus pada emosi (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk
strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi
stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2.
Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a.
strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami
penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara
menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara
langsung
b.
strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk
menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam
tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress
3.
Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut
Bandura self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat
mengendalikan lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan
khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri
yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang
sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan
mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat
mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala
sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara
keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan
atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif
.
4.
Sistem dukungan
Menurut
East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar, keterikatan
yang dekat dan positif dengan orang lain terutama dengan keluarga dan teman
secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
sumber:
Rochman,
K.L. 2010. Kesehatan Mental. Purwokerto. Fajar Media Press
Artikel – pengertian stres
Tidak ada komentar:
Posting Komentar